Muawiyah adalah keturunan yang ke tiga
dari Ummayyah dengan silsilah Muawiyah bin Sakhr (dikenal dengan
sebutan Abu sufyan) Bin Harb Bin Ummayyah [4]
bin Abu Sufyan, lahir di Makkah 15 tahun sebelum hijrah. Muawiyah bin
abi sufyan masuk Islam ketika terjadi fathu makkah. Saat itu ia baru
berusia 23 tahun. Ia juga menjadi salah seorang periwayat hadis yang
baik, pribadinya cerdas, selalu optimis dan mahir dalam mengatur
strategi pemerintahan.
Menjabatnya Muawiyah bin abi sufyan
sebagai kepala Pemerintahan bukan atas keputusan totAlitas kaum
Muslimin, ketika Kholifah Usman bin affa>n R.A.
Kejadian tetbunuhnya Kholifah Usman bin
Affan menjadi lahan membarahnya kaum munafiq dalam melancarkan
fitnah-fitnah Intern kaum muslimin, desas-desus ketidak sepakatan dengan
keputusa Sayyidina Ali .R.A yang telah mencopot beberapa pentolan-pentolan diwilayah
Islam dari keputusan Kholifah Usman yang memang mayoritas mempunyai
hubungan darah dengan pimpinanyan yakni Kholifah Usman, ditambah lagi
dari golongan Muawiyah dengan egoisnya yang menginginkan keadilan atas
pembunuhan Kholifah Usman belum juga terlaksana, di karenakan kholifah
Ali sibuk dalam sterilisasi perAli han kepemimpinan, memang sewajarnya
seorang pemimpin memikirkan warga secara totAli tas tanpa pandang bulu,
dari hemat pengamatan penulis kondisi ini sangat potensi kaum munafiqin
untuk mengobrak-abrik ketaatan antara bawahan terhadap pucuk pimpinan,
factor fanatic ke sukuan yang kental menjadi angin pendorong layar
keegoisan menuju pertempuran, sehingga benar-benar terjadi kaum yang
terorganisir untuk menentang pemerintahan Kholifah Ali yang sah.
tanggapan kubu sayyidina Ali selalu
siap meluruskan siapa saja yang menyimpang dari ajaran Islam termasuk
pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah, yang akhirnya terjadilah
peperangan yang di komandoi oleh sayyyidatina Aisyah popular dengan
sebutan perang jamal pada tahun 36 H/657 M, perang jamal ini terjadi
atas profokator Abdullah bin Zubair dan Tholhah yang menginginkan
kedudukan Kholifah[5]
menghasud Aisyah untuk memimpin perang melawan Kholifah Ali , namun
Kholifah Ali sangat mengetahui dalang pertempuran itu sehingga saat
Zubair dan Tholhah terbunuh Kholifah Ali sangat menyanjung Aisyah
sebagai Ummul Mu’minin dan mengembAli kan Aisyah ke makkah dengan penuh
penghormatan[6].
Para pemfitnah belum berhenti di sini, sahabat Muawiyah bin abi sufyan yang menjadi gunernur Syam[7]
belum membaiat Kholifah Ali , selalu di desak untuk mengadili pembunuh
Kholifah usman dengan beberapa kampanye tidak boleh taat pada pemimpin
yang tidak menjalankan syari’at Islam , melihat banyak nya kaum muslimin
yang terpengaruh oleh fitnah-fitnah ini akhirnya Kholifah Ali
mengirimkan surat kepada Muawiyah yakni bersedia Membai’at Kholifah
Ali atau meletakkan jabatannya, tetapi Muawiyah bin abi sufyan tidak
menentukan pilihannya sebelum tuntutan dari keluarga Muawiyah
terpenuhi, kokohnya tuntutan Muawiyah kepada Ali untuk mengadili
pembunuh Usman, di sebabkan kubu Muawiyah bin abi sufyan mencium bau
bahwa pelaku pembunuhan Usman adalah dari pihak Ali , bahkan pemimpinya
Muhammad bin Abu Bakar[8] dijadikan Gubernur Mesir .
Dari genjarnya kampanye yang di lakukan
kubu Muawiyah untuk menentang Kholifah Ali , semakin banyaklah para
simpatisan Muawiyah , sehingga terkumpul pasukan yang siap meyerang
rezim Kholifah Ali , Kholifah Ali pun telah mempersiapkan pasukan dari
Irak, Iran, dan Khurasan serta bantuan basukan dari Azerbejan dan Mesir
atas komando Muhammad bin Abu Bakar, sebelum terjadi peperangan,
Kholifah Ali terus menawarkan kepada Muawiyah agar bisa membai’at Ali
atau terpaksa meletakkan Jabatan nya agar kaum muslimin tidak
terprofokasi pemberontakan, namun kubu Muawiyah menuntut sebAli knya,
yakni pihak Khilifah Ali yang di anggap lemah dalam menegakkan hukum
Islam harus meletakkan pucuk pimpinan nya dan membai’at Muawiyah
sebagai Kholifah. Akhirnya pada bulan Shafar tahun 37 H/ 658 M,
peperangan sengit antara Kholifah Ali dengan pasukan Muawiyah tak
dapat di bendung, berlangsung di Shiffin wilayah Syam dekat tepian
sungai Efrat, peperangan ini terkenal dengan perang Shiffin.
Dalam perang Shiffin ini kholifah
Ali dapat memukul mundur pasukan Muawiyah bin abi sufyan , saat pasukan
Muawiyah bersiap-siap melarikan diri, tampillah Amr bin Ash dengan
siasatnya mengangkat al-Qur’an di ujung tombak sebagai tanda
penghormatan kepada wahyu dan peperangan harus di hentikan, semua di
kembAli kan dengan hati dan fikiran yang tenang kepada wahyu[9],
namun kholifah Ali mengetahui yang dilakukan Amr bin Ash ini hanyalah
siasat untuk melindungi diri, Kholifah Ali tegas menyerukan terus untuk
memerangi kaum pemberontak sampai titik akhir, namun di lain sisi para
prajurit Kholifah Ali harus diam melihat al-Qur’an di ujung tombak,
hatinya hanya ingat yang melakukan peperangan adalah sesama kaum
muslimin.
Maka terjadilah Tahkim, perundingan
mancari jalan keluar tanpa harus meneteskan darah dalam perundingan ini
Muawiyah diwakili Amr bin Ash dan dari Kholifah Ali di wakili oleh Abu
Musa al-Ash’ary, kedua memperoleh keputusan bahwa kedua penguasa harus
sama-sama meletakkan jabatanya[10], Muawiyah sebagai Gubernur dan Ali Sebagai Kholifah setelahnya akan di pilih kembAli oleh masyarakat luas[11],
dari sini telah tercium keputusan yang merugikan Kholifah Ali sebagai
pemerintahan yang sah dan hampir memenangkan peperangan.
Setelah shubuh Amr bin Ash dan Abu Musa
al-Asy’ary mengumumkan peletakan jabatan kedua pemimpin itu, Abu Musa
al-Asy’ary yang lebih tua di persilahkan terlebih dahulu ke atas podium
mengumumkan pada seluruh masyarakat bahwa atas nama pemerintahan
Kholifah Ali , sayyidina Ali meletakkan Jabatanya sebagai kholifah[12],
setelah Abu Musa al-Asy’ary menyatakan peletakan jabatan Ali , naiklah
Amr bin Ash bahwa ia menyerukan atas nama kubu Muawiyah menyetujui
keputusan Sayyidina Ali dan saat itu juga di umumkan nya, maka yang
berhak menjadi kholifah adalah Muawiyah [13].
Setelah kejadian Tahkim ini ternyata
membuat kecewa para militan Kholifah Ali , sehingga terjadilah
perpecahan, Khowarij yang mula-mula pAli ng kecewa dengan keputusan Ali
tentang di ambilnya tahkim, memakai kata Khawarij artinya golongan yang
keluar dari barisan Kholifah Ali [14],
selain itu Murji’ah golongan yang lepas tangan dengan masalah yang
dilakukan oleh dua Sahabat besar ini, golongan ini menunda keputusan dan
menyerahkan segalanya kepada Tuhan yang maha mengetahui dan maha
bijaksana di akhirat kelak[15],
Khawarij sebagai barisan sakit hati terus mengincar tokoh-tokoh yang
menjadi penyebab ia sakit hati, dengan akan membunuh empat orang yang di
anggap mempermainkan Ummat Islam , yakni Muawiyah , Ali bin Abi
Tholib, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary, namun kehendak Tuhan
mereka hanya bisa membunuh Kholifah Ali saja, di tangan Abdurrahman ibn
Muljam Kholifah yang Luas Ilmunya Ba>bul ‘Ilm, sahabat tanggguh, pemberani dengan julukan Singa Padang Pasir, pada tanggal 19 Ramadlan tahun 40 Hijriyah bertepatan tahun 661 Masehi menghembuskan nafas terakhir.
Dengan terbunuhnya KhAli fah Ali bin Abi Tholib Karramalla>hu Wajhah.
Maka masyarakat membai’at putranya Hasan Bin Ali menjadi Kholifah, di
karenakan banyak nya perpecahan dari kaum militan Ali , sehingga
pendukung putranya pun menipis juga, di lain sisi Muawiyah semakin mapan
dengan kemakmuran prajuritnya, penindasan sangat potensi di lakukan
kubu Muawiyah , maka Hasan bin Ali mengajak Muawiyah untuk memadamkan
gejolak-gejolak yang makin membara tersebut dengan menawarkan jabatan
kekholifahan Ali di pundak Muawiyah , saat itu Hasan masih menjabat
sebagai Kholifah selama 6 Bulan[16],
sebelum jabatan Kholifah di serahkan pada Muawiyah Kholifah Hasan
mempunyai perjanjian kepada Muawiyah , jika di sepakati maka jabatan
Kholifah akan di serahkan pada Muawiyah , beberapa perjanjian itu di
antaranya;
- Jaminan hidup bagi loyAli s Hasan bin Ali
- Jika Muawiyah meninggal jabatan Kholifah di serahkan kembAli ke tangan Hasan bin Ali .
- Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap tahun.[17]
Berlandasan niat Mulya Hasan maka
Muawiyah menerima dengan senang tawaran Hasan bin Ali , hanya sedikit
berat pada poin yang kedua yakni Jika Muawiyah meninggal jabatan
Kholifah di serahkan kembAli ke tangan Hasan bin Ali [18],
kekhawatirannya di karenakan takut akan terjadi pertumapahan darah lagi
Antara sesama Ummat Islam yang seharusnya tak perlu terjadi.
Proses pengAli han kepemimpinan Kholifah Hasan bin Ali secara damai ini di kenal dengan Amul Jama’ah[19]
tahun persatuan ummat Muslimin. Ini lah bukti kebenaran ucapan
Rasulullah bahwa suatu saat cucunya akan mendamaikan dua golongan yang
berselisih.
Militansi Bani Ummayyah semakin
semangat melihat Muawiyah bin abi sufyan menjadi Kholifah secara total,
pada hakekatnya, dari semula telah menginginkan jabatan khAli fah itu,
tetapi mereka belum mempunyai harapan untuk mencapai cita-cita pada masa
Abu Bakar dan Umar. dan setelah Umar ditikam, dan ia menyerahkan
permusyawaratan untuk memilih khAli fah yang baru kepada eman orang
sahabat, diantaranya Utsman, diwaktu itulah baru muncul harapan besar
bagi Bani Ummayyah dan mereka lalu menyokong pencalonan Ustman secara
terang-terangan, dan akhirnya Ustman terpilih. Semenjak itu mulailah
Dinasti Ummayyah meletakkan dasar-dasar untuk menegakkan “Khilafah
Umawiyah”, sehingga dikatakan bahwa khAli fah Ummayyah itu pada
hakekatnya telah berdiri sejak pengangkatan Utsman menjadi khAli fah dan
pada masa pemerintahan Utsman inilah Muawiyah mencurahkan segala
tenaganya untuk memperkuat dirinya dan menyiapkan daerah Syam untuk
dapat menjadi pusat kekuasaan Islam dimasa datang[20].
Perpindahan kekuasaan kepada Muawiyah
Ibn Abi Sufyan telah mengakhiri bentuk pemerintahan yang demokratis
menjadi pemerintahan monarki absolute, yakni system kerajaan yang
diwariskan secara turun temurun tidak lagi dilakukan dengan pemilihan
melalui cara demokratis. Muawiyah mencontoh system pemerintahan
kerajaan Byzantium dan system pemerintahan kekaisaran Persia[21].
Keputusan ini sangat tepat untuk di
terapkan saat itu, sebab sejarah berkata dengan adanya demokrasi yang di
lakukan masyarakat arab yang berwatak keras malah semakin memancing
keributan yang berujung perang saudara, Muawiyah mengambil keputusan
monarchi dengan berbagai musyawarah, di antaranya dengan Mughira,
guber-nur Basrah dengan kesimpulan mengangkat putranya Yazid sebagai
pengganti dirinya kelak, Mengenai hal ini seorang sejarawan muslim
terkemuka yang bernama Ibnu Khaldun dalam kitabnya Mukaddimah menulis :
“Seorang imam tidak sewajarnya dicurigai
meskipun dia telah melantik ayah atau puteranya sendiri sebagai
penggantinya. Dia telah dipertanggungjawabkan untuk mengurus kebajikan
kaum muslimin selagi dia masih hidup. Lebih daripada itu dia
ber-tanggungjawab untuk membasmi, semasa hidupnya (kemungkinan
mewabahnya perkara-perkara yang tidak diingini) setelah”
Namun hal ini menimbulkan kebencian kaum
Syiah. Diantara orang-orang syi’ah yang pertama kAli melancarkan
permusuhan terbuka terhadap bani Ummayyah adalah Hajar bin Adi. Ia
mengkritik pedas Mughirah bin Syu’bah, sang gubernur Kufah. Berhu-bung
Mughirah bertipikal lemah lembut dan pemaaf, maka ia mengingatkannya
akan akibat tindakannuya. Ketika Mughirah bin Syu’bah wafat Muawiyah
mengangkat Ziyyad sebagai gubernur Kufah. Maka Ziyyad mengirim surat
kepada Muawiyah mengenai Hajar bin Adi. Dengan kekhawatiran kaum
muslimin termakan fitnah lagi Oleh Muawiyah Hajar bin Adi diundang ke
Syam dan membunuhnya bersama pengikut setianya.
Dalam mengatur dan menguatkan kedaulatan pemerintahan, Muawiyah melakukan beberapa hal di antaranya:
- Meminta Pengakuan dari para pengikut Hasan bin Ali
Setelah resminya Muawiyah menjadi pucuk
pimpinan, agar mulusnya program pemerintahan adalah mutlak bagi bawahan
wajib taat pada pimpinan, maka Muawiyah bin Abi Sufyan meminta kepada
Hasan bin Ali untuk menjelaskan hasil kesepakatan yang telah dicapai
antara Hasan Bin Ali dengan Muawiyah dalam sebuah pertemuan di maskin
kepada para pendukungnya, Permohonan Muawiyah telah disetujuinya, Hasan
bin Ali kemudaia mengumpulkan para sahabat setianya di kediaman
Madain, sebelum memberikan penjelasan lebih jauh kepada para sahabat
setianya di Masjid Kufah. Di dalam pertemuan itu Hasan menjelaskan sebab
apa saja yang melatar melatar belakangi di serahkanya jabatan Kholifah
Hasan, serta dengan tegas di jelaskan telah mengakui Muawiyah sebagai
pemimpin. Oleh karena itu, Hasan meminta dengan sangat agar mereka
melakukan seperti apa yang dilakukannya, yaitu menjadikan Muawiyah
sebagai pemimpin mereka, dan jangan sekAli -kAli membantahnya bila
telah melakukan bai’at kepadanya, kemudian hasan juga menjelaskan nya di
masjid kufah, termasuk orang penting yang hadir saat itu adalah dari
pihak Hasan bin Ali hadir antara lain, Abdullah bin Abbas, Qays bin
Sa’ad, Abu Ja’far, Abu Amir, dan lainnya. Sementara dari pihak Muawiyah
hadir antara lain, ’Amr bin Al-Ash, Abu Al-A’war Al-Sulma, ’Amr bin
Sufyan.
- Memindahkan Pusat Kekuasaan ke Damaskus
Setelah kaum loyAli s Hasan bin Ali dengan penuh hati mendukung hasan, kekuatan Muawiyah bin abi sufyan semakin mapan,
langkah cantik yang dilakukan selanjutnya adalah usahanya memindahkan
pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damaskus. Pemindahan ini
dilakukan karena di kota itulah pusat kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan
sebenarnya. Di kota itulah para pendukung setianya berada. Dari kota
Damaskus Muawiyah mengendAli kan pemerintahan dan mengatur berbagai
kebijakan politik.
Alasan lainnya Muawiyah bin abi sufyan
memindahkan pusat kekhAli fahan adalah : karena Kota Damaskus memiliki
letak yang sangat strategis bagi Muawiyah untuk mengambangkan
kekuasaanya ke bakas-bekas wilayah kekuasaan kerajaan Romawi di bagian
utara. Letak strategis itu tidak hanya dari sisi politik militer, juga
dari sisi ekonomi. Sebab kota Damaskus. Syiria terletak di dekat laut
Tengah (Laut Mediterania) yang merupakan jalur perdagangan ke Eropa,
dengan pemindahan pusat pemerintahan inilah rezim Muawiyah mengalami
perkembangan cukup cepat.
- Mengangkat Para Pejabat Gubernur
Muawiyah bin Abi Sufyan telah memilih
beberapa orang yang dapat memperkuat posisi kepemimpinannya. Mereka
adalah Amr bin Al-Ash, Mughirah bin Syu’bah, dan Ziyad bin Abihi[22].
Kedua orang yang di sebutkan itu, Amr dan Al Mughirah bin Syu’bah,
memiliki peran yang sangat penting, baik sebelum atau sesudah Muawiyah
menjadi khAli fah. Sementara Ziyad baru memainkan peran pentingnya
ketika ia di beri kesempatan oleh Muawiyah untuk menduduki jabatan
penting di dalam pemerintahan Bani Umaiyah, yaitu gubernur Basrah.
Salah satu alasan Muawiyah merangkul
Amr bin Al-Ash, adalah karena ia telah memiliki kemampuan luar biasa
dalam masalah taktik dan strategi politik dan peperangan yang sebanding
dengannya. Ia kemudian di ajak kerjasama dalam mengahadapi kekuatan Ali
bin Abi ThAli b, yang kemudian setelah itu diberi kepercayaan untuk
menaklukan Mesir dan setelah berhasil Amr di percaya menjadi gubernur
kota itu. Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan berhasil mendapatkan
legitimasi politik dari masyarakat luas, khususnya para pendukung Ali
dan Hasan di Kufah dan Basrah, jabatan tersebut tetap di percayakan
kepada Amr bin Al-Ash. Pemberian jabatan ini karena Muawiyah tau persis
kemampuan yang di miliki Amr dan kekuatan yang ada padanya. Amr
berkuasa sebagai gubernur selama kurang lebih dua tahun (41-43 H).
Selain merangkul Amr bin Al-Ash,
Muawiyah bin abi sufyan juga mengangkat Al-Mhugirah bin Syu’bah. Ia
memiliki potensi besar dengan dukungan masa yang cukup banyak di
kotanya. Karena itu, ketika Muawiyah berkuasa sebagai khAli fah, ia
melihat Al-Mughirah sebagai seorang tokoh potensial yang perlu di
rangkul dengan jabatan strategis di wilayah Kufah, jabatan yang pernah
di dipegang selama satu tahun atau dua tahun ketika Umar bin Khattab
berkuasa yang mencakup pula wilayah Syiria. Ia mengaku jabatan ini
selama lebih kurang satu dasawarsa hingga ia wafat pada tahun 50 H.
Setelah ia wafat, wilayah kekuasaanya di gabungkan Muawiyah ke dalam
wilayah pemerintahan gubernur Ziyad bin Abihi.
Tokoh lainnya yang dianggap perlu
diangkat adalah: Ziyad bin Abihi. Dalam pandangan Muawiyah , orang
seperti Ziyad juga perlu mendapatkan perhatian dan kedudukan khusus di
pemerintahan. Sebab, Ziyad bin Abihi, meskipun sedikit memiliki pengaruh
keluarga atau klan, karena Ziyad di beritakan tidak memiliki ayah yang
jelas yang kemudian orang mengenalnya dengan sebutan Ziyad bin Abihi
tetap saja menjadi orang yang di perhitungkan oleh Muawiyah , bukan
hanya karena reputasinya, juga karena dari penelusuran silsilah atau
asal usulnya, ternyata Ziyad di ketahui anak seorang ibu yang sebenarnya
budak Abi Sufyan yang berasal dari Thaif yang berAli h tangan al-Harits
bin Kaldah sebelum Ziyad lahir. Karenanya, Ziyad juga sering di sebut
dengan Ziyad bin Abi Sufyan.
Pada masa khAli fah Ali bin Abi ThAli b
berkuasa, Ziyad di tunjuk sebagai gubernur Basrah dengan tugas khusus
di persia bagian selatan. Karenanya ketika Ali wafat, dan Hasan
memberikan kekuasaan kepada Muawiyah dalam peristiwa Am al-Jama’ah di
maskin tahun 661 M/41 H, ia pindah ke persia sembunyi di sana. Hal itu
di lakukan karena ia merasa khawatir akan keselamatan dirinya karena ia
telah menolak ajakan Muawiyah agar Ziyad mau bergabung bersamanya yang
telah mengakuinya sebagai saudara seayah .
Berkat kecerdikan Muawiyah dan
kepiawaian, maka Muawiyah akhirnya mampu mempengaruhi Ziyad untuk
bergabung dengannya, bahkan Muawiyah mengikatnya dengan ikatan
perkawinan antara putri Muawiyah dengan putra Ziyad bernama Muhammad
bin Ziyad. Dengan cara-cara seperti itu, akhirnya Ziyad mau menyatakan
bersedia bergabung dan secara otomatis mengakui keberadaan khAli fah
Muawiyah bin Abi Sufyan. Hal tersebut dilakukan Muawiyah karena ia
melihat potensi besar yang dimiliki Ziyad dalam masalah kemiliteran dan
keteguhan dalam mempertahankan prinsip yang dimilikinya.
Ditempat tugas barunya inilah Ziyad
menyampaikan pidato perdananya kepada masyarakat Basrah. Pidato yang
disampaikan sangat mengagumkan dan sekAli gus menggetarkan sendi-sendi
orang yang berusaha menentang kekuasaannya atau kekuasaan Muawiyah .
Pidatonya itu di kenal dengan pidato batra, karena tidak dimulai dengan
ucapan basmalah. Isi pidatonya sangat jelas dan menelanjangi
kejahatan-kejahatan penduduk Basrah. Ia mengulurkan ancaman-ancaman
keras terhadap mereka yang tidak patuh. Dalam pidatonya itu, ia juga
bersumpah kalau tidak hanya akan menghukum mereka yang berdosa, juga
menghukum tuan lantaran dosa hamba sahaya, dan seterusnya.
Setelah terjadinya ketentraman dan
persatuan dalam kedaulatan Islam , Muawiyah bin abi sufyan mulai
malancarkan Ekspansi Militer Ke timur, Pasukan Islam berhasil
menaklukan Khurasan (663-671) dari arah Basrah, menyebrangi sungai Oxus,
dan menyerbu Bukhara di Turkistan (674). Ke Barat, Gubernur Mesir
mengirim ekspedisi dibawah pimpinan Uqba bin Nafi menaklukan Afrika
Utara yang masih dikuasai Bizantium sampai Algeria. Ke Utara, menye-rang
Asia Kecil untuk melawan Bizantium. Muawiyah juga meluncurkan serangan
sebanyak 2 kAli meskipun tidak berhasil untuk mengepung
Konstan-tinople yang dipimpin putranya, Yazid bin Muawiyah